Dear tubuh, tahukah engkau jika tubuhmu ini tak selamanya bisa berdiri? Tak selamanya bisa sehat dan tak selamanya bisa berdiri kokoh dimuka bumi ini? Suatu saat nanti, entah itu 10, 20, 30 tahun kedepan apakah tubuh masih seperti semula? Kuat, kekar, menawan, dan sehat? Ingat, semuanya tak ada yang abadi, pasti semuanya akan ada yang namanya perubahan.

Dear diriku, ingatkah engkau ketika masa kecilmu yang sangat menyenangkan? Bukankah sudah lama itu menjadi memorimu yang tersimpan rapi untuk sewaktu-waktu engkau bisa memutarnya kembali. Masa-masa yang takkan terulang kembali dan masa-masa yang belum memiliki beban, masa yang hanya terisi oleh kesenangan, kebahagiaan, bermain bersama teman-teman, dan masa terindah dalam hidupku.

Ingatkah engkau diriku? Ketika engkau masih duduk dibangku sekolah dulu? Di situ banyak sekali kenangan yang tak terlupakan, dan dari situlah kamu bisa belajar pendewasaan dan juga arti kehidupan yang seseungguhnya.

Dan ingat kah engkau kepada orangtuamu? Mereka yang telah membesarkanmu, merawatmu dengan ikhlas? Ingatkah engkau diriku ketika Ibumu mengiringi hidupmu dengan kasih tulusnya? Ibu yang mengajarimu makna kasih sayang sesungguhnya. Ibu yang selalu mengkhawatirkan dirimu tatkala engkau pergi sampai-sampai kegelisahan menahan kantuknya di malam hari.

Atau, Ingatkah engkau diriku ketika ayahmu bekerja terlalu keras hanya untuk membuatmu berdiri? Ayah yang diam-diam sering menyebut dan membanggakan namamu? Ayah yang selalu terlihat tegar dihadapan kita padahal dalam hati mungkin saja dia menangis, mengeluh kecapean.

Tapi pernahkah wahai diriku melihat ayahmu menangis di depanmu? Pernahkah engkau melihat ayahmu mengeluh? Tidak bukan? Wahai diriku, apakah kamu masih ingat bahwa ayahmu adalah teladan yang mengajarimu bagaimana caranya bertahan dan terus melaju di tengah kerasnya hidup?

Tapi wahai diriku kenapa engkau masih sering mengeluh, masih sering marah-marah, masih sering kesal? Bukankah engkau harusnya meminta maaf, berterima kasih, memeluk, mencium, bahkan mengatakan sayang pun kamu belum berani bukan, wahai diriku?

Wahai diriku, tak selamanya hidup seseorang abadi, semuanya pasti akan kembali kepada yang telah menciptakanya maka dari itu, janganlah engkau menyia-nyiakan hidupmu, dan jadilah dirimu yang bermanfaat untuk agamamu, orang tuamu, teman-temanmu dan orang-orang yang membutuhkanmu.

Ketika engkau mulai mengeluh, ingatlah dimana kamu berdiri, dan dari apa kamu bisa berdiri hingga sampai saat ini, bukankah itu semua atas ikut campur kedua orangtuamu, teman-temanmu, dan juga yang maha pencipta, semuanya ikut terlibat dalam pembuatan alur hidupmu.

Tapi di sinilah kamu berperan, engkau memiliki dua pilihan yaitu engkau ingin bangkit atau diam saja, semua pilihan terletak dari hatimu. Jika hati sudah berkata, maka semuanya pasti akan berjalan meski kadang apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Engkau menyadari wahai diriku. Engkau telah banyak melewatkan hari-harimu dan mengabaikan apa yang sudah didepan matamu, menjadikan kebanyakan hari-harimu tidak berguna dan tidak bermakna. Wahai diriku mungkin engkau akan menyesali dikemudian hari atas apa saja yang telah engkau lakukan, tapi ingat wahai diriku jika kita sudah menyesal maka perbaikan itu tidak semudah engkau mengatakan menyesal.

Bahkan saat inipun engkau sudah merasa banyak waktu yang engkau buang secara sia-sia, bukankah engkau menyesalinya sekarang? ya, pasti itu jawabanmu. Tapi apa yang bisa engkau lakukan untuk mengembalikan waktu yang telah engkau buang secara sia-sia itu, dan jawabanya engkau sudah tahu.
Wahai diriku waktu yang telah berlalu tidak akan bisa kita kembalikan lagi, karena waktu terus saja berjalan maju, takkan berjalan mundur. Maka dari itu mulailah hari ini, menit ini, detik ini, tahun ini, untuk belajar dari waktu yang telah engkau sia-siakan dan tidak mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya.

Jika hidupmu masih panjang dan Tuhan menghendaki mungkin engkau masih bisa merasakan keindahan bumi ini sampai 50 tahun mendatang. Dan buatlah dengan sisa hidupmu yang entah sampai kapan menjadi lebih bermanfaat dan bermakna. 

Wahai diriku dimasa yang akan datang, ingatlah bahwa kehidupan setelah kematian itu nyata adanya. Semua pertanggung jawaban juga ada waktunya. Engkau tidak boleh lupa wahai diriku mengenai perkara ini. Iringilah setiap episode kehidupanmu dengan kesuksesan dunia dan kesuksesan akhirat.

Lalu wahai diriku dimasa yang akan datang, tetap wujudkanlah semua mimpimu, dan teruslah berjuang untuk hal-hal yang lebih baik. Aku tahu wahai diriku jika engkau memiliki segudang mimpi yang selalu terbayang disetiap langkahmu, aku tahu jika engkau sangat menginginkanya meski kala itu engkau belum bisa mewujudkanya.

Maka dari itu wujudkanlah semua mimpi-mimpimu entah itu mimpi terbesarmu atau mimpi terkecilmu. Dan buatlah kedua orangtuamu tersenyum bangga dengan apa yang kamu hasilkan sebagai balasan atas kasih sayang mereka yang tak terhingga, lalu buatlah orang-orang dekatmu, teman-temanmu dan orang sekitarmu ikut merengkuh kebahagiaan bersamamu.

Wahai diriku dimasa yang akan datang semuanya pasti berubah, tidak ada yang sama. Mungkin saja dimasa yang akan datang engkau akan menemui rintangan yang lebih besar lagi, yang akan membuatmu mengeluh, lelah, bahkan menangis, tapi diriku, engkau lagi-lagi harus mengingat perjuanganmu selama ini dan tak tertinggal selalu mengingat senyum kedua orangtuamu serta dukungan dari orang-orang terkasihmu.

Karena ketika kita menghadapi masalah sebesar apapun ketika kita merenungkan perjalanan hidup kita sampai saat ini pasti engkau akan mempunyai semangat lagi. Dan janganlah engkau melupakan kenangan-kenangan dimasa lalu mu entah itu kenangan sedih, senang,kesal, bahkan marah sekalipun karena dari semua kejadian itu terkadung sebuah makna tersendiri jika engkau menyadarinya.

Wahai diriku, jika engkau sudah mencapai semua mimpi-mimpi yang engkau inginkan, jangan jadikan sebuah kebanggaan itu menjadikan dirimu bukanlah dirimu lagi. Seberapa engkau nantinya akan sukses jangan pernah menjadikan kesuksesanmu itu merubah dirimu, karena semua yang engkau miliki tak ada yang abadi dimuka bumi ini. seperti halnya dengan matahari.

Matahari seperti menggambarkan kehidupan kita, saat dia baru bangun dia pasti akan merasakan hidup dibawah terlebih dahulu, dan ketika menjelang siang maka matahari akan berada di atas, tapi ketika menjelang sore tiba atau malam akan datang, matahari akan turun menjadikan semuanya gelap dan seterusnya seperti itu.

Hiduplah kita seperti hujan yang memiliki begitu manfaat untuk semuanya. Mengubah tanah tandus menjadi subur, merubah tumbuhan kering menjadi hijau tumbuh segar, menjadikan manusia bertahan hidup, dan masih banyak lagi kemanfaatan air hujan yang di hujaninya. Dan selalu merenungkan semua yang pernah kita jalani agar kita setidaknya tahu satu kesalahan kita agar bisa diperbaiki dikemudian harinya nanti. Teruslah berjuang dan tersenyum sebagai tanda engkau takkan pernah menyerah wahai diriku.

Wahai diriku jadilah dirimu apa adanya. Dan jadikan poin tersendiri bahwa kamu tidak akan pernah berubah menjadi lebih buruk, berubahlah menjadi dirimu yang jauh lebih baik. Jangan lupakan senyuman menyertai hari-harimu, dan tanamkan semua rasa syukurmu.

Tetaplah menaiki tangga kehidupan wahai diriku sampai akhirnya engkau menemui titik terakhirmu. Salam semangat wahai diriku :)

~ Adam Rifa'i ~

     Tak terasa masa bakti Mevrow tinggal 1 tahun lagi. Entah mengapa siang itu Mevrow sempatkan pulang untuk menemuiku. Di teras rumahku ini Mevrow menceritakan kehidupannya di negeri eden, dia mengatakan bahwa negeri itu sangatlah luar biasa, negeri itu merubah hidupnya. 

      “Di sana aku mengerti siapa diriku dam, aku sekarang lebih mengerti hakikat kehidupan,waktu,persahabatan,ketulusan,Tuhan,dan yang paling penting aku baru tau kalau kebahagiaan itu sebenarnya sederhana” ceritanya kepadaku. Selintas dalam pikirku jangan-jangan sohibku satu ini kembali minum Jhonny walker lagi. Ya wajar saja aku cemas, dia itu kan sahabatku.

        Aku bahagia sekali melihat perubahan demi perubahan pada diri sohibku ini. Aku jadi teringat kata-kata Cak Ali “Hidup itu memang berharga hingga terlalu berharga untuk disia-siakan walau sedetikpun untuk hal-hal yang tak berarti atau bahkan untuk hal-hal yang buruk”.

       Pelan-pelan aku merenungi maksud perkataan Mevrow tentang sederhananya sebuah kebahagiaan.

        "Apa benar bahagia itu sederhana?" tanyaku dalam hati..seharusnya ya,

     “sekarang orang mensyaratkan bahagia dengan materi (fisik),sehingga yang didapat hanyalah kesenangan,bukan kebahagiaan” cetus cak ali dalam memoriku.

        Banyak orang yang salah menilai antara kesenangan dan kebahagiaan. Menurut Mevrow kesenangan itu hanyalah sesaat (tidak bertahan lama) dan umumnya dipersyaratkan dengan materi (fisik) sedangkan kebahagiaan itu tanpa syarat atau dipersyaratkan dengan non materi (non fisik). Analogi simpelnya sih kesenangan itu ibarat ‘bungkus’ dan kebahagiaan adalah ‘isi’nya. Contohnya kekayaan itu isinya ketentraman, makan enak itu isinya gizi,energi dan kesehatan,  buku itu isinya pengetahuan, dunia itu isinya akhirat, kehidupan itu isinya kematian.

       Bagaimana cara kita mendapatkan kebahagiaan?,, beberapa hal yang dapat dilakukan seperti  Ikhlas, merasa cukup , rendah hati, dan yang paling penting yaitu bersyukur atas segala sesuatu yang digariskan Allah Azza wa Jalla.

        “Itu masih belum cukup, dam” cetus Mevrow, menurut Mevrow yang harus kita lakukan ketika ingin menjadi manusia yang bahagia adalah penghambaan kepada sang pencipta yaitu dengan jalan ketaatan dan ketakwaan.

         “Kok bisa gitu,Vrow?” tanyaku penasaran

      “logika sederhananya begini dam, ketika kita semakin mendekatkan diri kepada sang pencipta maka tingkat pengharapan kita untuk kesempatan baik menjadi lebih tinggi, pengharapan akan berbanding lurus dengan positive thinking yang mana menjadikan diri kita lebih bahagia dalam memandang setiap permasalahan hidup” Jawab Mevrow

         “Oalah gitu to Vrow, Jadi itu hidup bahagia itu ternyata sederhana ya” sahutku.

         Sekembalinya Mevrow dari rumahku, Aku sempatkan sore hariku untuk sedikit refreshing jalan-jalan keliling kampung. Ketika melewati lapangan sepakbola Aku melihat dek Sigmund sedang bermain petak umpet dengan teman-temannya. Aku melihat mereka berlarian,berkumpul, bermain dan tertawa bersama dengan riangnya, “ternyata bahagia itu sederhana” gumamku dalam benak.
  (Bersambung)



Cerita berlanjut di tengah masa bakti Mevrow.Hati Mevrow yang bertolak dengan keinginan si pemilik lebih memilih untuk berjalan ke kanan dan seketika itu paradoks Mevrowpun berakhir. Dia tiba-tiba bercerita kepadaku kalau perkataan Yu Djum,Dek Sigmud dan Cak Ali dulu itu salah kaprah. Seperti biasanya Mevrow bercerita bak ‘penyiar radio’ yang sedang on air. Akan tetapi,Aku menerawang ada perubahan besar pada diri Mevrow,entah apa. Aku masih ingat dalam benak, sebelum memasuki Negeri Eden Mevrow itu termasuk ‘orang yang bermasalah’, dulu dia memiliki gaya hidup yang buruk. Menurutku  Mevrow bahkan lebih buruk dari Iblis sekalipun yang masih mengamini bahwa dia diciptakan.

          Seiring berjalannya waktu aku sedikit lega melihat Mevrow telah berubah 100’ lebih baik. Entah mengapa  aku masih sedikit ‘pangling’ dengan keadaan Mevrow sekarang (1 tahun di negeri eden). Ah sudahlah daamm.. Allah itu maha membolak-balikkan hati manusia, orang buruk jadi baik itu biasa yang aneh orang baik jadi buruk. Aku melihat Mevrow sekarang dikelilingi oleh teman-teman baiknya makhluk setengah malaikat. Meskipun dalam masa baktinya, dia selalu menyempatkan diri untuk bersua denganku.

            “temanku satu ini memang sangat istimewa ” pikirku waktu itu.

         Ya memang menurutku pertemanan,persahabatan,persaudaraan dan entah apa nama selainnya itu sama saja, bagiku yang terpenting bukanlah ‘kemasan’ tetapi ‘isi’nya. Kata Mevrow yang sekarang mendadak jadi kayak ‘Ustadz’, 

           “persahabatan terbaik itu punya visi yang sama yaitu persahabatan yang berorientasi pada kebaikan, ibarat minyak itu nggak bakalan mau nyampur sama air”. Lanjut Mevrow 

           “nggak mungkin dam orang yang benar-benar baik kok sukanya dugem,atau orang yang kerjaannya mabuk kok langsung kamu ajak ke pengajian,,ya beratlah”. Aku sebenarnya  tidak terlalu peduli dengan ocehan ‘Ustadz Mevrow’,tapi beberapa saat aku pikir sepertinya ada benarnya juga perkataan sohibku ini. 

            Kegiatanku sore hari seperti biasa ngopi nasgithel di angkringannya pak Pri sambil cerita ngalor-ngidul nggak jelas.

          “Dam kamu tau berita yang lagi booming di dunia sebelah?” tanyanya sambil nyuci piring.

           Berita yang mana pak?” sahutku, 

            “Itu yang jadi viral,wartegnya sabeni”, 

            “Hah Sabeni?”, 

            “Iya sabeni”

            “Maksudnya Saeni ya pak?” tanyaku sambil terkekeh 

            “Oalah iya itu,,Saeni”.
 
           “ Itu menurutku cuman berita rekayasanya Kempes TV aja pak” balasku, 

             “Oalah gitu to,kok ya orang-orang sekarang bisa sejahat itu ya dam”

           “Ya namanya juga hamba nafsu pak, walaupun imannya tebel kalo ketemu yang namanya harta,tahta atau wanita juga goyah” selorohku sambil nyeruput kopi nasgithel yang sudah mulai mendingin.
(Bersambung)



Suatu sore yang tenang sayup-sayup dikejauhan aku melihat Mevrow sedang menggembalakan alpaca-alpacanya,Aku penasaran lalu menghampiri dia. Mevrow menyambutku dengan senyum lebar khasnya. Selama beberapa menit kami bercakap-cakap ringan sebagai intermezzo. Ditengah-tengah percakapan kami, Mevrow menyela pembicaraan “Dam kau dengar ndak tadi di kota Gomorrah ada berita menghebohkan” tanya Mevrow “Oh aku sudah dengar dari dek Sigmund, kok bisa ya nurani manusia berbuat seperti itu,vrow?”tanyaku balik. Mevrow lalu seperti biasanya menuturkan persoalan tersebut ala Socrates.

Menurut perspektif beliau ,kemaksiatan adalah salah buah dari sebuah bentuk keputusasaan yang didasarkan pada sikap pengingkaran pada kuasa illahi (Menyerah pada takdir). Pengingkaran ini disebabkan oleh penderitaan atau tekanan negatif yang hebat pada diri seseorang yang terjadi secara berulang-ulang (kontinyu) . “Iya juga ya ,vrow,Aku sering membaca kisah-kisah nabi dahulu juga sering terlihat putus asa” celetukku disela-sela “khotbah” Mevrow. “Bukan..bukan itu,dam,ini beda,nabi dahulu bukan putus asa tetapi tawakkal”, jawab Mevrow. Menurut pandangan Mevrow terdapat perbedaan antara putus asa dengan tawakkal (Berserah diri kepada Allah) . Orang yang berputus asa itu mengingkari kuasa illahi dalam mengatur kehidupan,sedangkan tawakkal itu sebaliknya. Jadi,Orang yang tawakkal akan berusaha keras dalam mengatasi permasalahan tanpa meninggalkan pengharapan kepada-Nya (Roja’a),sedangkan orang yang berputus asa itu sebaliknya. “Lalu apa dampak orang yang berputus asa,Vrow?”, sahutku.

Mevrow kembali menjelaskan bahwa keputusasaan dapat mendatangkan 2 hal keburukan. Dampak keputusasaan akan membuahkan Kesesatan atau kemaksiatan,atau bisa jadi keduanya. Kesesatan itu adalah maksiat dalam berpikir, sedangkan kemaksiatan biasanya berkaitan dengan fisik (Indrawi) . Kesesatan pada umumnnya meracuni level orang-orang yang berilmu .Kemaksiatan biasa menyerang orang-orang yang kekurangan ilmu atau malah melepas ilmu (menolak kebenaran) . Jadi,menurut kesimpulan perspektif Mevrow,bahwa keputusasaan dapat menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesesatan dan kemaksiatan. “Ya kalau jadi orang beragama itu yang optimis ,pesimis itu miliknya orang atheis,,gitu dam” ,pungkas Mevrow. “Sungguh super sekali sahabatku satu ini”, sahutku sambil tertawa lepas bersama.

Penulis : Monsieur Mevrow


Senja itu aku bertemu dan mendengar curhatan kisah perjalanan hidup Mevrow ,beberapa bulan setelah masa tugasnya di Negeri Eden selama 3 tahun berakhir.Kata Mevrow di dalam skenario kali ini dia memulai jalan baru lagi.Jalan  yang sama seperti dulu 9 tahun telah terlewati,kembali harus dilalui. Mevrowpun berpikir dan merenung kenapa dia harus melewati jalan ini lagi?.

Izinkan aku untuk sedikit membuka buku berdebu milik Mevrow.Memang benar kalau skenario sebelum ini Sang Penggerak Prima pernah bercanda dengan Mevrow.Entah mengapa beliau dahulu menantangnya untuk memasuki sebuah "dunia baru" bernama Negeri Eden yang terletak di pinggir semesta,sebuah tempat dimana dahulu Mevrow takuti. Dulu Mevrow sangat skeptis dengan dunia itu,bahkan lebih radikal dari pandangan skeptis filsuf David Hume. Dia sempat berpikir bahwa dunia utopis itu dipenuhi oleh sejenis Alien kejam nan menakutkan.Mevrow membayangkan bentuk rupa Alien tersebut seperti salah satu karakter Stronghold Crusaders yang senang sekali mengatakan Infidel. Mevrow berseloroh dengan percaya diri "Aku terima skenario tantanganmu wahai Sang Penggerak Prima,akan Aku mainkan!".

Mevrow memulai langkah pertamanya memasuki dunia baru itu dengan perlahan dan was-was. Aku berpikir wajar Mevrow melakukannya mengingat kabar burung yang Mevrow terima selama ini mengenai tempat itu. Di dalam hati Mevrow berkelakar "oh di negeri kecil ini toh para Alien itu berkumpul". Mevrow terus bercerita kepadaku tentang keanehan-keanehan yang tidak pernah dia temui sebelumnya. Mevrow berbisik pelan kepadaku,sambil nyeruput kopi nasgithel angkringan Lik Pri dikala hujan "ada benernya dam apa kata Yu Djum,Dek Sigmund dan Cak Ali","bener apanya,Vrow?" sahutku penasaran.Lik Pri tiba-tiba nyeletuk sambil terkekeh "Jangan sok misterius gitu toh Dek Mevrow","Ah Lik Pri merusak suasana" pungkas Mevrow.

Mevrow Kembali meneruskan ceritanya ,"Di dunia utopis itu semua serba aneh dam,masak di sana sering banjir tapi nggak ada airnya,terus alien yang aku bayangkan itu ternyata makhluk setengah malikat dam",mendengar ocehan Mevrow Aku hanya manggut-manggut. Mevrow bercerita panjang lebar mengenai kesan pertamanya. Dia juga mengalami fase adaptasi yang berat selama 7 hari. Di Negeri Eden itu Mevrow mengalami culture shock,Aku sebenarnya tahu kalau Mevrow yang eks sufi dan post-Agnostik itu pasti mengalami banyak paradoks yang hebat dalam dirinya, bahkan mungkin lebih membingungkan dari paradoks zeno atau juga mungkin lebih rumit dari pemikiran Heraclitus. Akan tetapi,Aku sempatkan hadir dalam setiap persimpangan yang Mevrow alami. Aku berkeyakinan hidup ini seperti butterfly effect,Aku tak ingin melihat Mevrow dimasa depan menjadi pribadi yang buruk dan mengutukku ketika bertemu di akhirat kelak.Sebagai sahabat  Mevrow , Aku hanya bisa menyarankan kepadanya untuk kembali merenungi dirinya....(Bersambung)

Penulis : Monsieur Mevrow