Menurut Cak Ali
sekarang ini banyak sekali orang yang membuat tolak ukur kebahagiaan yang belum
tentu membahagiakan dirinya. Contoh tolak ukur tersebut seperti mencari
kekayaan materi sebanyak-banyaknya, menginginkan jabatan tertentu, mempunyai
barang tertentu dan lain sebagainya, padahal hal ini jutru menunjukkan bahwa
orang tersebut tidak mengerti hakikat kebahagiaan. Kebahagiaan tidak akan dapat
ditemukan dengan memiliki hal semacam itu, materi hanya akan mengantarkan
seseorang kepada kesenangan bukan kebahagiaan (baca : Paradoks Mevrow Part 2).
Seseorang yang
terjebak dalam paradigma bahagia itu materi pada umumnya memiliki tujuan-tujuan
hidup perfect sehingga juga dapat
dikatakan seorang yang perfeksionis. Tujuan hidup perfect akan diikuti ambisi atau nafsu yang terlampau besar untuk
mendapatakannya. Ambisi atau nafsu yang terlampau besar pada umumnya akan membutakan mata hati.
Butanya mata hati akan menjadikan seseorang tanpa sadar mendzolimi diri
sendiri, sosial dan Allah. Dzolim
terhadap diri sendiri, sosial dan Allah akan menyebabkan 2 hal yaitu gagalnya
mencapai tujuan atau berhasil dengan keadaan yang menghinakan dirinya. Akhirnya
apabila seseorang berhasil mencapai tujuan hidupnya akan tersadar bahwa
kebahagiaan yang dia idamkan adalah semu dan kebahagiaan yang sesungguhnya
tinggal kenangan baginya, sebab kebahagiaan sejati terletak pada proses bukan
hasil atau pencapaian yang perfect.
Pada hakikatnya
kebahagiaan bukanlah hasil atau pencapaian yang perfect, akan tetapi kebahagiaan merupakan proses. Proses inilah
yang sering kali kita hiraukan sebab kita terlalu fokus untuk mencapai
kebahagiaan semu. Kebahagiaan seperti analogi cerita seorang pujangga terkenal
Kahlil Gibran, Kahlil menceritakan dalam suatu kisah terjadi dialog antara dia
dan gurunya…
Pada suatu hari Kahlil Gibran
berdialog dengan gurunya;
Gibran : "Wahai guru,
bagaimana caranya agar kita mendapatkan sesuatu yang paling sempurna dalam
hidup ini?"
Sang guru merenung sejenak, lalu
menjawab : "Berjalanlah lurus di taman bunga, lalu petiklah bunga yang
paling indah... dan jangan pernah kembali kebelakang!"
kemudia Gibran lurus di taman
bunga lalu sampai di ujung taman, Gibran kembali dengan tangan hampa. Lalu sang
guru bertanya : "Mengapa kamu tidak mendapatkan bunga satu pun?"
kemudian Gibran menjawab :
"Sebenarnya tadi aku sudah menemukannya, tapi tidak ku petik, karena aku
pikir mungkin yang didepan pasti ada yang lebih indah, namun ketika aku sudah
sampai di ujung, aku baru sadar bahwa yang aku lihat tadi adalah yang terindah,
dan aku pun tak bisa kembali kebelakang lagi"
Sambil tersenyum sang guru
berkata : "Ya... itulah hidup, semakin kita mencari kesempurnaan, semakin
pula kita tak akan pernah mendapatkannya, karena sejatinya kesempurnaan yang
hakiki tidak akan pernah ada, yang ada hanyalah keikhlasan hati kita untuk menerima
kekurangan yang ada ..."
Penulis : Monsieur Mevrow
Penulis : Monsieur Mevrow
Posting Komentar