“Kebahagiaan semaksimal mungkin bagi mayoritas masyarakat”, tulis Jeremy Bentham (1748-1832), orang Inggris, “adalah fondasi moral dan leglasi”. Untuk mengatakan bahwa tindakan-tindakan itu seharusnya diarahkan untuk menghasilkan kebahagiaan: “Semua yang baik akan berakhir baik” (All’s well that ends well) adalah esensi dari utilitarianisme. Atau, dari sartu sudut pandang yang kritis, “Tujuan menghalalkan segala cara”.

Dalam kenyataannya, kaum utilitarian, seperti Bentham dan John Stuart Mill telah mempromosikan sejenis relativisme moral. Tindakan-tindakan, dalam pandangan mereka, tidak dapat divonis secara terpisah dari berbagai kondisi dan akibat. Seorang yang menganut moral absolut akan mengatakan bahwa tindak pembunuhan itu adalah salah, tak peduli apapun situasinya. Namun, seorang utilitarian, akan mengatakan bahwa pembunuhan itu benar jika menyediakan kebaikan yang lebih besar. Anggaplah Anda dapat membunuh Hitler, seorang utilitarian akan menjelaskan kepada Anda untuk melangkah maju, karena satu orang mati adalah lebih baik daripada banyak orang yang terbunuh.

Ketika dia menyamakan kebaikan dengan apa yang dapat membuat banyak orang menjadi sangat bahagia, utilitarianisme versi Bentham disebut “universal”. (Tidak semua utilitarian adalah universalis;beberapa pihak mengatakan bahwa apa yang baik bagi Anda, hanya Anda yang dapat memvonis demikian.) Satu masalah dengan pendekatakan Bentham adalah Anda tidak dapat selalu memastikan akibat-akibat yang membahagiakan, dan wacana tindakan terbaik mungkin hanya dapat dipahami setelah tindakan itu dilakukan. Anda boleh jadi bermaksud untuk menyenangkan setiap orang dengan memberikan kue coklat,tetapi ketika setiap orang sedang menjlankan diet makan atau punya penyakit alergi, maka Anda telah membuat mereka menjadi tidak bahagia. Apakah kami memvonis tindakan Anda sebagai “salah” meskipun niat Anda adalah untuk memberikan kebahagiaan terbesar kepada sebanyak mungkin orang? Menurut kaum utilitarian, jawabannya adalah “ya”.

Satu kesulitan yang dapat ditimbulkan adalah tidak setiap orang bersikap setuju pada apa yang dimaksud dengan “kebaikan”. Standar Bentham adalah kebahagiaan, tetapi terdapat argumen-argumen persuasive yang bertentangan. Misalnya, banyak orang  akan mengatakan bahwa sikap rendah hati itu adalah baik, meskipun ia dapat menghasilkan penderitaan. Demikian pula, sikap tidak perhatian (ignorance) adalah membahagiakan, tetapi bukanlah ide dari setiap orang tentang apa itu baik atau bermanfaat. Barangkali, tidak bahagia sekarang adalah lebih baik jika hal itu berarti bahwa Anda akan menjadi lebih bahagia di masa depan. Akan tetapi, vonis-vonis seperti itu bergantung kepada berbagai akibat jangka panjang, dan orang mungkin akan berargumen di sekitar seberapa lama batasan periode waktu tersebut. Apakah baik, misalnya untuk melancarkan perang dagang terhadap china, dan dengan demikian menghukum para konsumen Amerika, jika akibat jangka panjangnya adalah situasi ekonomi Amerika yang lebih kuat? Mungkin saja, tetapi dalam waktu jangka panjang yang lebih lama lagi, keuntungan-keuntungan bisa saja lenyap, sementara antara kedua Negara masih terus berlanjut.

Bentham telah membuat beberapa rencana jangka panjang yang menarik, menurut versinya sendiri. Dia mewariskan perpustakaannya dan harta bendanya kepada University College di London, tempat dia mengajar filsafat. Hal yang tak terduga yang terjadi adalah bahwa jasad Bentham masih terus hadir dalam pertemuan-pertemuan di Fakultas. Tengkoraknya telah disangga dengan sangat baik dan sangat terjaga dan bahkan masih tetap dipertontonkan di balik kaca di College itu, meskipun bagian kepala Bentham telah diganti dengan kepala yang terbuat dari lilin. (Bagian kepala asli, yang sudah mulai membusuk, diletakkan di dalam sebuah kotak terbuat dari logam di bawah kaki.) Bentham masih terus mengikuti pertemuan-pertemuan, yang tidak diragukan lagi adalah seorang peserta yang lebih hidup.

Penulis : Michael Macrone


Roseto Valfortore terletak seratus mil sebelah tenggara Roma di kaki pegunungan Apennine di Provinsi Foggia, Italia. Sebagaimana perdesaan dengan gaya abad pertengahan, kota ini memiliki sebuah alun-alun yang luas. 
Palazzo Marchesale, istana keluarga Saggese yang dahulu merupakan pemilik tanah yang kaya-raya di kota ini, menghadap ke alun-alun ini. 
Sebuah jalan di salah satu sisi alun-alun ini berujung di sebuah gereja, Madonna del Carmine - Our Lady of Mount Carmine. Jalanan batu yang sempit menyusuri bukit, diapit jejeran rumah batu bertingkat dua dengan atap genting merah yang berimpitan. 
Selama berabad-abad lamanya, paesani (penduduk) Roseto bekerja di tambang marmer di perbukitan yang mengelilingi kota tersebut atau bertani di lembah yang bertingkat-tingkat di bawahnya, berjalan empat sampai lima mil menuruni pegunungan di pagi hari dan kembali menyusuri jalan yang panjang itu saat mendaki di malam hari. 
Kehidupan di sana keras. Tak banyak penduduk desa itu yang bisa baca-tulis dan sangat miskin tanpa banyak harapan untuk memperbaiki kondisi perekonomiannya, sampai sebuah berita tentang tanah harapan di seberang lautan mencapai Roseto pada akhir abad kesembilan belas.
Pada Januari 1882, sebelas penduduk Roseto -sepuluh orang pria dan satu anak laki-laki- berlayar menuju New York. Mereka menghabiskan malam pertama dengan tidur di lantai bar setempat di Mulberry Street, di wilayah Little Italy di Manhattan. 
Kemudian mereka meneruskan perjalanan menuju barat, dan akhirnya menemukan pekerjaan di sebuah tambang batu di sekitar sembilan puluh mil sebelah barat kota itu, di dekat kota Bangor, Pennsylvania. 
Tahun berikutnya, lima belas penduduk Roseto meninggalkan Italia menuju Amerika, dan beberapa orang dari kelompok itu juga berakhir di Bangor, bergabung dengan rekan mereka untuk bekerja di tambang batu. 
Para imigran ini akhirnya mengirimkan berita ke Roseto tentang janji Dunia Baru, dan tak lama kemudian banyak orang dari Roseto yang melakukan perjalanan menuju Pennsylvania, sampai akhirnya arus imigran semakin membesar. Pada 1894 saja, sekitar 1.200 penduduk Roseto membuat paspor untuk masuk ke Amerika, meninggalkan desa mereka. 
Orang-orang Roseto ini mulai membeli tanah di sisi pegunungan batu yang bisa dicapai dari Bangor melalui jalanan kereta kuda yang curam dan sepi. Mereka membangun perumahan batu bertingkat dua yang saling berimpitan dengan atap batu sabak di jalanan yang sempit di sepanjang sisi bukit. 
Mereka membangun sebuah gereja dan menyebutnya Our Lady of Mount Carmel dan menamai jalanan utama, tempat gereja itu berada, sebagai Garibaldi Avenue, untuk menghormati pahlawan besar yang menyatukan Italia. 
Pada awalnya mereka menamai kota mereka New Italy. Tetapi, mereka kemudian mengubahnya menjadi Roseto, yang sepertinya pantas, mengingat kebanyakan dari mereka berasal dari desa yang sama di Italia. 
Pada 1896, seorang pendeta muda yang berpikiran maju bernama Pastor Pasquale de Nisco menjadi pemimpin gereja Our Lady of Mount Carmel. De Nisco mendirikan perkumpulan spiritual dan mengadakan berbagai festival. 
Dia mendorong orang-orang kota untuk menyisihkan sebagian tanahnya untuk menanam bawang, buncis, kentang, melon, dan pohon buah lainnya di halaman belakang rumahnya masing-masing. 
Dia membagikan benih dan ubi-ubian. Kota itu menjadi hidup, Penduduk Roseto mulai memelihara babi di halaman belakang dan pohon anggur sebagai bahan baku anggur buatan sendiri. Sekolah, taman, biara, dan pemakaman dibangun di kota itu. Sejumlah toko kecil, toko roti, restoran, dan bar dibuka di sepajang Garibaldi Avenue. 
Lebih dari selusin pabrik pakaian didirikan untuk mendukung industri pakaian di kota itu. Kota tetangga mereka, Bangor, kebanyakan dihuni oleh orang berdarah Wales dan Inggris, dan kota berikutnya dihuni oleh orang berdarah Jerman, yang berarti - mengingat hubungan bangsa Inggris, Jerman, dan Italia yang bermusuhan pada saat itu - Warga Roseto tidak mau bercampur dengan orang dari kota lain. 
Kalau kita menyusuri jalanan di kota Roseto, Pennsylvania, pada beberapa awal dekade setelah tahun 1900, kita hanya akan mendengar bahasa Italia, dan bukan bahasa Italia seperti umumnya, melainkan dengan dialek Foggia selatan yang kental seperti yang digunakan di kota Roseto, Italia. 
Roseto, Pennsylvania, menjadi dunia kecil yang mandiri - tidak dikenal oleh lingkungan masyarakat di luar kota itu - dan mungkin akan tetap seperti itu bila bukan berkat seorang pria bernama Stewart Wolf. 
Wolf adalah seorang dokter. Dia mempelari ilmu pencernaan dan perut, serta berekolah di sekolah kedokteran di University of Okhlahoma. 
Dia menghabiskan musim panasnya di sebuah pertanian di Pennsylvania, tidak jauh dari Roseto - walaupun , tentu saja, hal ini tidak berarti banyak karena Roseto merupakan dunia tersendiri sehingga sungguh mungkin jika kita hidup di kota tetangganya dan tidak pernah mengetahui apa pun tentang kota Roseto. 
"Sekali waktu kami pergi ke kota itu di musim panas - saya diundang untuk memberikan ceramah di lingkungan kedokteran setempat," ujar Wolf bertahun-tahun kemudian dalam sebuah wawancara. 
"Saat ceramah sudah selesai, salah seorang dokter setempat mengundang saya untuk minum bir. Dan saat kami sedang minum, dia mengatakan, "Tahu tidak, saya sudah menjadi dokter selama tujuh belas tahun lamanya. Saya sudah melayani pasien dari seluruh penjuru kota ini dan saya jarang menemukan orang berusia di bawah 65 tahun di Roseto yang mengidap penyakit jantung."
Wolf merasa bena-benar terkejut. Ini adalah tahun 1900-an, tahun ketika berbagai obat penurun kolesterol dan pengobatan yang agresif untuk mencegah timbulnya penyakit jantung belum ditemukan. Serangan jantung sudah menjadi epidemi di Amerika Serikat. Hal itu menjadi penyebab utma kematian pria di bawah usia 65 tahun. Menurut akal sehat, seorang dokter tidak mungkin tidak pernah melihat pasien penyakit jantung.
Wolf memutuskan untuk melakukan penelitian. Dia mengikutsertakan dukungan beberapa murid dan rekannya dari Okhlahoma. Mereka mengumpulkan sebanyak mungkin sertifikat kematian penduduk kota tersebut. Mereka menganalisis catatan dokter. Membaca sejarah kesehatan dan genealogi keluarga di kota itu. 
"Kami bekerja keras," ujar Wolf. "Kami memutuskan untuk melakukan penelitian awal. Kami memulainya pada 1961. Sang walikota berkata, 'Semua adikku akan menolongmu.' Dia memiliki empat orang adik perempuan. Dia mengatakan, 'Kalian bisa menggunakan ruang dewan kota.' Aku berkata, 'Lalu, di mana kalian akan mengadakan pertemuan dewan kota?' Dia menjawab, 'Tak apa, kami akan menundanya untuk beberapa waktu yang lama.' 
Para gadis ini menyiapkan makan siang untuk kami. Kami mendirikan sebuah ruangan kecil tempat kami bisa mengambil sampel darah dan melakukan EKG. Kami berada di kota itu selama empat minggu lamanya. Kemudian, aku berbicara dengan pihak yang berwenang. Mereka mengizinkan kami menggunakan bangunan sekolah selama musim panas. Kami mengundang seluruh warga Roseto untuk diuji."

Hasilnya benar-benar menakjubkan. Di Roseto, praktis tidak ada orang yang meninggal karena serangan jantung atau menunjukkan tanda-tanda terserang penyakit jantung. Untuk orang di atas 65 tahun, tingkat kematian karena penyakit jantung di Roseto sekitar setengah dari seluruh Amerika Serikat. Bahkan, tingkat kematian karena berbagai penyebab di Roseto sekitar 30 sampai 35% di bawah dugaan.

Wolf membawa salah seorang temannya, seorang sosiolog dari Okhlahoma bernama John Bruhn, untuk menolongnya. "Saya mengikutsertakan mahasiswa kedokteran dan mahasiswa pascasarjana sosiologi untuk melakukan wawancara, dan di Roseto kami berkunjung ke setiap rumah dan berbicara dengan setiap orang yang berusia sedikitnya 21 tahun," ujar Bruhn. 

Hal ini terjadi lebih dari lima puluh tahun yang lalu. "Tidak ada kasus bunuh diri, tidak ada penyalahgunaan alkohol, tidak ada kecanduan obat terlarang, dan sangat sedikit kejahatan. 

Tidak ada seorang pun dari mereka yang hidup di garis kemiskinan. Kemudian, kami memeriksa apakah ada yang mengidap penyakit luka lambung. Nihil. Orang-orang ini meninggal karena usianya yang sudah uzur. Itu saja."
Di bidang pekerjaan Wolf, mereka memiliki sebuah nama untuk tempat seperti Roseto - sebuah tempat di luar pengalaman manusia yang normal, di mana aturan normal tidak ditemukan di tempat itu. Roseto adalah sebuah outlier.
Penilaian awal Wolf adalah warga Roseto pasti menjalankan sejenis pengaturan makanan dari Dunia Lama yang membuat mereka lebih sehat daripada kebanyakan orang Amerika lain-nya. 
Tetapi, dia kemudian menyadari bahwa itu adalah asumsi yang keliru. Warga Roseto memasak makanannya dengan lemak babi dan bukan dengan minyak zaitun yang lebih sehat yang mereka gunakan sewaktu hidup di Italia. 
Piza di Italia dibuat dalam bentuk lempengan roti tipis dengan garam, minyak, dan mungkin tomat, ikan hering kecil, atau bawang. 
Piza di Pennsylvania dibuat dalam bentuk lempengan roti yang tebal ditambah sosis, daging pepperoni, salami, ham dan kadang telur. Kudapan manis seperti biscotti dan taralli biasa disimpan untuk hari Natal dan Paskah; di Roseto, mereka menemukan bahwa 41% kalori yang mereka dapatkan berasal dari lemak. 
Warga kota ini pun jarang melakukan yoga dan berlari pagi sejauh enam mil di udara yang dingin secara konsisten. Warga Roseto di Pennsylvania adalah perokok berat dan banyak di antaranya yang berkutat dengan permasalahan obesitas.
Kalau pola makan dan olahraga tidak menjelaskan temuan mereka, bagaimana dengan genetika? Warga Roseto adalah sekelompok orang yang sangat dekat dan berasal dari daerah yang sama di Italia, dan dugaan Wolf berikutnya adalah apakah fakta bahwa mereka berasal dari garis keturunan yang sama menyebabkan mereka dilindungi dari penyakit tertentu. 
Jadi, dia menyelidiki anggota keluarga warga Roseto yang tinggal di bagian lain Amerika Serikat untuk melihat apakah mereka memiliki tingkat kesehatan yang sama seperti saudara-saudara mereka di Pennsylvania. Ternyata tidak.
Dia kemudian menyelidiki daerah tempat warga Roseto tinggal. Apakah mungkin ada sesuatu di lingkungan perbukitan yang mereka diami di Pennsylvania timur yang bagus untuk kesehatan mereka? Dua kota yang paling dekat dengan Roseto adalah Bangor, yang tidak jauh di bawah bukit, dan Nazareth, beberapa mil jauhnya. 
Kedua kota ini memiliki ukuran yang kuarang lebih sama dengan Roseto, dan keduanya didiami oleh warga imigran Eropa yang juga pekerja keras. Wolf meneliti catatan kesehatan kedua kota ini. 
Untuk pria berusia di atas 65 tahun, tingkat kematian akibat serangan jantung di Nazareth dan Bangor ternyata tiga kali lipat dibandingkan dengan Roseto. Buntu lagi.
Hal yang mulai disadari Wolf adalah rahasia di Roseto bukanlah pola makan, olahraga, gen, atau lokasi. Rahasianya pasti di Roseto sendiri. Saat Bruhn dan Wolf berjalan-jalan di kota tersebut, mereka menemukan jawabannya. 
Mereka melihat bagaimana warga Roseto saling berkunjung, berhenti untuk mengobrol dalam bahasa Italia di jalanan, atau memasak untuk tetangganya di halaman belakang rumah. Mereka mempelajari berbagai klan keluarga besar yang menjadi penopang struktur sosial di kota tersebut. 
Mereka melihat berapa banyak rumah yang ditinggali oleh tiga generasi keluarga, dan seberapa besar rasa hormat yang didapat oleh para kakek-nenek. Mereka pergi menghadiri misa di Our Lady of Mount Carmel dan melihat efek pemersatu dan penenang dari gereja tersebut. 
Mereka menghitung ada 22 organisasi kemasyarakatan yang berbeda-beda di dalam kota yang memiliki warga hampir dua ribu orang banyaknya. Mereka memiliki etos egaliter dalam hidup bermasyarakat, yang mendorong orang-orang kaya untuk tidak memamerkan kekayaan dan menolong orang-orang yang kurang sukses menguburkan kegagalan.
Dalam menerapkan kebudayaan paesani dari Italia selatan ke perbukitan di Pennsylvania timur, penduduk Roseto telah menciptakan sebuah struktur sosial yang hebat dan protektif, yang mampu melindungi mereka dari tekanan dunia modern. 
Warga Roseto hidup sehat karena tempat asal mereka, karena dunia yang telah diciptakan untuk mereka sendiri di kota kecil mungil di perbukitan.
"Aku masih ingat pergi ke Roseto untuk pertama kalinya dan kami melihat makanan untuk dimakan orang-orang sebanyak tiga generasi di sebuah rumah, berbagai toko kue dan roti, orang berjalan-jalan, orang duduk di beranda dan saling bercakap-cakap, dan pabrik pakaian tempat para wanita bekerja sementara para lelaki bekerja di pabrik batu sabak," ujar Bruhn. "Benar-benar ajaib."
Saat Bruhn dan Wolf untuk pertama kalinya mempresentasikan temuan mereka kepada komunitas kedokteran, Anda bisa membayangkan pemikiran skeptis yang mereka hadapi. 
Mereka menghadiri berbagai konferensi di mana rekan-rekannya menyajikan sejumlah data yang sedemikian banyaknya dalam berbagai tabel yang rumit dan merujuk kepada gen atau proses fisiologi tertentu, sementara hanya mereka yang mendiskusikan manfaat yang ajaib dan misterius dari orang-orang yang saling berbincang di jalanan serta keluarga tiga generasi yang tinggal di bawah satu atap. 
Menurut pandangan  konvensional saat itu, menjalani kehidupan yang panjang sangat tergantung kepada siapa diri kita - maksudnya gen yang kita miliki. 
Kehidupan bergantung pada berbagai keputusan yang kita buat - makanan apa yang kita makan, seberapa banyak waktu yang dihabiskan untuk berolahraga, dan seberapa efektif sistem medis merawat kita. Tidak ada yang pernah memikirkan kesehatan yang melibatkan komunitas.
Wolf dan Bruhn harus meyakinkan institusi kedokteran untuk melihat kesehatan dan serangan jantung dalam cara yang sangat baru: mereka harus menyadarkan orang-orang ini bahwa mereka tidak akan mampu memahami mengapa seseorang dalam kondisi sehat jika yang mereka pikirkan hanyalah tentang berbagai pilihan dan tindakan pribadi seseorang yang tidak dihubungkan dengan masyarakat sekitarnya. Mereka harus melihat ke luar individu itu. 
Mereka harus memahami budaya yang menjadi bagian dirinya, dan siapa teman serta keluarganya, dan di mana asal kota keluarganya. Mereka harus menghargai pemikiran bahwa nilai dari dunia yang kita diami dan orang-orang di sekeliling kita memiliki efek yang sangat besar atas siapa diri kita.
Sumber : Buku berjudul "Outliers" yang ditulis oleh Malcolm Gladwell


1. lisan itu mencerminkan hati, kepribadian,pemikiran, dan akhlak.. kehormatan atau tinggi rendahnya seseorang terletak pada akhlak.. kadar nilai (kualitas) dan kondisi orang itu terlihat lewat apa yg keluar dari lisannya dan pembuktiannya lewat baik buruknya akhlak dalam bersikap kepada seseorang..

2. Menjadi baik itu belum tentu benar, akan tetapi kebenaran itu selalu membuahkan kebaikan.

3. Engkau tidak akan dapat meraih hati setiap orang, sebab hati diraih dengan menuruti setiap keinginannya, dan setiap keinginan manusia tentu berbeda-beda. Apabila keinginannya baik raihlah, dan apabila keinginannya buruk maka jauhilah..

3. Aku bertanya “apa itu sahabat?”, lalu bulan menjawab, “sahabat ialah yang selalu ada ketika semua orang itu tiada, yang membelamu ketika orang-orang mencelamu, sebab sahabat selalu dapat memahami alasan yang tidak semua orang bisa mengerti”.

4. Aku bertanya “ apa itu sahabat?”, lalu cahaya menjawab, “ sahabat ialah yang bersabar terhadapmu, membersamaimu dalam kebaikan, memperingatkanmu dalam keburukan, meluruskanmu ketika engkau berpaling, dan menasehati dikala baik buruknya keadaanmu”.

5. Aku bertanya “ apa itu sahabat?”, lalu air menjawab, “ Sahabat ialah yang selalu berusaha meraih genggaman tanganmu ketika engkau berusaha melepaskan genggamannya, dan ketika setiap orang melepaskan genggamannya terhadapmu”.

6. Aku bertanya “apa itu sahabat?”, lalu api menjawab, “ sahabat ialah ketika dia ataupun engkau marah maka kalian akan cepat tersadar betapa persahabatan kalian itu jauh lebih berharga daripada suatu masalah”.

7. Aku bertanya, “apa itu sahabat?”, lalu tanah menjawab, “ sahabat ialah ketika kalian bermimpi bersama bahwa persahabatan kalian itu tidaklah sekedar di alam fana.”

8. Aku bertanya, “ apa itu sahabat?”, lalu angin menjawab, “sahabat ialah yang tulus bersamamu, yang tidak memandang kekuranganmu, yang memuji kelebihanmu, dan yang tidak memiliki alasan duniawi untuk berjalan disampingmu.”

9. Aku bertanya, “apa itu sahabat?”, lalu bintang menjawab, “ sahabat ialah ketika engkau bahagia maka diapun ikut bahagia, dan ketika engkau sedih maka diapun juga sedih.”

10. Aku bertanya, “apa itu sahabat?”, lalu semut menjawab, “ sahabat ialah yang selalu tulus membantumu tatkala engkau membutuhkan bantuannya.”

11. Aku bertanya, “apa itu sahabat?”, lalu burung menjawab, “ sahabat ialah ketika engkau selalu nyaman bersama mereka, selalu bahagia bersamanya, dan ketika hatimu damai serta tenang membersamainya”


Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang mungkin jarang terlintas dalam pikiran, pertanyaan-pertanyaan kecil yang dapat menjadi suatu bahan refleksi dan renungan bagi kita..

1. Jika kamu kehilangan segalanya hari ini, apa yang akan kamu lakukan besok?
2. Apakah kasih sayang dalam hidupmu sudah cukup bagimu?
3. Bagaimanakah hidupmu 10 tahun lagi jika kamu masih ada di tempat yang sama?
4. Jelaskan dalam beberapa kalimat, kamu adalah orang yang?
5. Apa yang bisa diambil hikmah dari kebiasaan burukmu?
6. Apakah kamu sudah cukup mengambil resiko dalam hidupmu?
8. Apakah kamu dapat menjadi dirimu sendiri ketika sedang berada dihadapan orang lain?
9. Bagaimana caranya agar kamu bisa membuat sedikit perubahan kecil dalam hidup orang lain?
10. Apakah pekerjaan yang kamu lakukan benar-benar kamu sukai?
11. Apakah solusi terbaik untuk hal yang membuatku frustasi berat?
12. Apakah kamu sudah cukup berempati terhadap sesama?
13. Apakah kamu sudah cukup mengerti bahwa tak semua orang bisa memberikan kasih sayang  yang sama?
14. Apakah kamu sudah cukup mengerti  bahwa tak semua orang bisa menuruti setiap keinginanmu?
15. Apa yang menurutmu menjadi kegagalan terbesar dalam hidupmu?
16. Apa yang bisa kamu pelajari dari kegagalan yang pernah kamu alami?
17. Apa sesuatu yang sangat mengecewakanmu?
18. Apa yang seharusnya kamu lakukan dalam hidupmu, dalam skala mikro dan makro?
19. Apa tujuan utama dalam hidupmu?
20. Apakah tindakan yang kamu lakukan untuk merealisasikan tujuan hidup sudah cukup objektif?
21. Apa yang akan dipikirkan oleh dirimu 5 tahun yang lalu jika ia tahu siapa kamu saat ini?
22. Bagaimana kamu mempersiapkan dirimu untuk masa depan?
23. Apakah segala hal yang kamu lakukan sekarang adalah keputusan yang tepat?
24. Apakah kamu sudah cukup untuk merayakan penghargaan dan kebahagiaan terhadap sesama?
25. Apakah yang bisa kamu lakukan untuk membuat orang lain dihadapanmu tersenyum?
26. Bagaimana caranya agar kamu bisa meluangkan waktu lebih banyak dengan orang-orang yang kamu sayangi?
27. Apakah kamu sudah cukup jujur untuk mendengar hatimu sendiri?
28. Apa yang bisa kamu lakukan untuk lebih menghargai usaha setiap orang?
29. Apakah kamu sudah dapat menerima dirimu sendiri?
30. Apakah kamu sudah cukup mampu untuk bertindak pada situasi yang tepat?
31. Bagaimana caramu untuk menyebarkan lebih banyak kebahagiaan?
32. Apakah tempatmu beraktivitas menjadi lebih baik sejak atau ketika kamu masuk kesana?
33. Apa harapan orang tua terhadapmu?
34. Apakah kamu sudah sepenuhnya mewujudkan harapan agar orang tua bangga padamu?
35. Apa kelemahan terbesarmu?
36. Apa yang bisa kamu lakukan untuk menguatkan kelemahanmu?
37. Apa kelebihan terbesarmu?
38. Apa yang bisa kamu lakukan untuk memaksimalkannya?
39. Apakah hubunganmu dengan Tuhan sudah benar?
40. Bagaimana menurutmu hubungan yang benar dengan Tuhan?
41. Apakah kamu mendatangi Tuhan hanya saat kamu susah dan terluka?
42. Bagaimana caramu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan?
43. Apakah kamu selama ini sudah cukup bisa mengendalikan diri?
44. Apa sifat terburukmu?
45. Bagaimana caramu menghilangkan sifat burukmu?
46. Apa sifat terbaikmu?
47. Bagimana caramu mempertahankan sifat terbaikmu?
48. Bagaimana urutan prioritas-prioritas hidupmu?
49. Apakah kamu sudah cukup mencintai dirimu sendiri?
50. Apa yang benar-benar kamu inginkan dalam hidup?
51. Apakah kamu sudah merasa menjadi seorang yang baik?
52. Siapakah orang terpenting dalam hidupmu?
53. Kegiatan apa yang benar-benar enjoy melakukannya mesikupun sangat lelah?
54. Apabila ada suatu permintaan yang pasti terwujud dalam hidupmu, apa itu?
55. Bagaimana orang lain menilai dirimu?
56. Bagaimana kamu ingin dipandang atau dinilai orang lain?
57. Apa hal terpenting dan nomor satu dalam hidupmu?
58. Apakah satu kesalahan yang paling memberi pelajaran berharga dalam hidupmu?
59. Kenangan apa yang paling mengesan dalam hidupmu?
60. Apa arti keluarga, cinta dan persahabatan untukmu?
61. Terkait pertanyaan no. 61, Sudahkah selama ini hubunganmu baik dan benar?
62. Bagaimana cara kamu menjaganya?
63. Terkait pertanyaan no.61, apa harapanmu terkait hal tersebut?
64. Apakah kamu sudah menemukan kebahagiaanmu?
65. Apabila ya, sudahkan kamu secara maksimal mempertahankannya?,lalu bagaimana caranya?

                Kematian merupakan hal yang pasti dan sebaik-baiknya manusia adalah yang selalu merenungi setiap langkah yang akan dilakukannya. Renungan-renungan diperlukan agar diri menjadi semakin baik dan bijak dalam memanfaatkan waktu. Waktu yang terbuang sia-sia akan mereduksi kualitas hidup sehingga kehidupan kita yang singkat ini akan kehilangan makna. Waktu akan terus berjalan dan waktu tak akan menunggu kita.. Sudahkah kita selama benar dalam memaknai hakikat kehidupan?
~Adam Rifa’i~




Mungkin anda pernah mendengar orang sering mengucapkan “kegagalan bukanlah pilihan”. Awalnya kalimat tersebut sekilas terdengar bijak, tetapi sadarkah anda bahwa kalimat tersebut justru akan menjadi bumerang?  Kalimat “kegagalan bukanlah pilihan”  bermakna seseorang haruslah selalu melakukan usaha yang terbaik untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Saya rasa tak ada salahnya untuk selalu memotivasi diri sendiri dalam meraih apa yang diinginkan. Akan tetapi, coba anda bayangkan manakala si pengucap kalimat tersebut  pada titik tertentu berada pada fase yang  rendah (gagal) dalam hidupnya, pasti akan merasakan kekecewaan yang teramat dalam bukan? Dan bahkan mungkin kehilangan semangat untuk bangkit lagi.

Orang yang mengambil prinsip “kegagalan bukanlah pilihan” secara tidak langsung cenderung membentengi diri dari kegagalan (defensive). Padahal kegagalan merupakan suatu pembelajaran penting yang lazim kita temui dalam perjalanan hidup orang-orang yang telah sukses dan kebiasaan orang-orang sukses adalah bangkit dari kegagalan.

Apakah anda pernah mendengar nama seperti Bill Gates, Mark Zuckenberg, Steve Jobs, Warren Buffet? Tentu nama tersebut tidak asing lagi di telinga kita. Lantas, apakah perjalan hidup mereka selalu mulus? Tentu tidak, mereka mengalami kegagalan demi kegagalan hingga akhirnya meraih kesuksesan. 

Dengan menyadari arti kegagalan berarti anda telah mempersiapkan diri untuk menjadi seorang pemenang. Sebab, tanpa mengenal kegagalan kita tidak akan pernah tahu dimana letak kesalahan yang kita perbuat. Umumnya orang yang terlalu defensif dengan kegagalan juga cenderung tidak berani mengambil keputusan-keputusan beresiko. Dan pada akhirnya akan melewatkan kesempatan-kesempatan yang mungkin merupakan pintu kesuksesan baginya.

Penulis : Adam Rifa’i